Merayakan 66 Tahun Udit Narayan

Merayakan 66 Tahun Udit Narayan

Oleh: Rijal Mumazziq Z

Mengulas industri film dan musik Bollywood tanpa menyertakan nama Udit Narayan, adalah sama halnya membincang Hollywood tanpa menyebut Clint Eastwood, membicarakan AC Milan tanpa Paolo Maldini, dan dunia tenis tanpa Roger Federer. Absurd dan aneh. Masing-masing nama sudah melekat pada dunianya. Identik. Memisahkannya sama sulitnya menceraikan gula dari rasa manisnya.

Udit Narayan, playback singer legendaris pasca era Muhammad Rafi dan Kishore Kumar, mulai melejit sejak menyanyikan Ae Mere Hum Safar yang menjadi andalan OST Qayamat Se Qayamat Tak (1989). Sejak film yang dibintangi Aamir Khan itu, namanya melekat di industri musik Bollywood, bahkan hingga kini.

Suara Udit pas. Merdunya kebangetan. Tidak ngebas, tidak pula melengking. Tidak pula sengau merdu ala kompatriotnya, Kumar Sanu. Ciri khas suara Udit adalah ketika dia menyenandungkan nada hmmmm....hmmmm...hmmmmm. Pas dan enak banget. 

Coba dengerin: Aaye Meri Zindagi Mein, Abhi To Mohabbat Ka, Dilmein Dard Sa Jaga Hai, Hamein Tumse Hua Hai Pyaar, dan beberapa lagu lain.

Konon sudah 15.000 lagu yang dia nyanyikan dalam 26 bahasa. Mungkin lebih dari 1000 film yang memanfaatkan suara merdunya. Yang paling banyak tentu berbahasa Hindi. Dia cocok menyanyikan lagu yang diaransemen duet komposer populer Bollywood dalam kurun waktu 4 dekade terakhir, dari Laxmikant-Pyarelal, Jatin-Lalit, Vishak-Shekhar, Nadeem-Shravan, Anand-Milind, Nikhil-Vinay, Sanjeev-Darshan, hingga Sajid-Wajid. Ajay-Atul menggunakan suara Udit, terakhir kali, dalam "Super 30" (2019) dalam lagu yang enak, Jugraafiya. 

Untuk duo Salim-Sulaiman, tampaknya belum menggunakan jasa suara Udit. Kalau trio komposer Shankar-Ehsaan-Loy sudah beberapa kali langganan. Adapun komposer solo, dari Anu Malik, Rajesh Roshan, Himesh Reshamiya, A.R. Rahman, Viju Shah, Anand Raj Anand, Uttam Singh, hingga Raam Laxman sudah bekerjasama dengannya. 

R.D. Burman, sutradara musik yang dianggap melakukan revolusi musik dalam sinema, malah menggunakan Udit sejak 1983. Tampaknya hanya beberapa lagu saja yang dinyanyikan. Saya kurang tahu.

Sutradara musik lain seperti Ismail Darbar, melibatkannya dalam lagu yang selalu menemani saya mondar-mandir Surabaya-Jember, "Chand Chupa Badal Mein", OST Hum Dil De Chuke Sanam (1999). Suara Udit Narayan dan Kumar Sanu saat berduet dengan Lata Mangeshkar, Alka Yagnik, Kavita Krishnamurti, Sunidhi Chauhan, dan Anuradha Paudwal ini yang selalu menemani perjalanan. Berdampingan dengan suara Rhoma Irama, Ona Sutra, Inne Chintya, Mansyur S, Nike Ardilla, Poppy Mercury, Metallica, Guns n Roses, hingga Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf, Mahir Zain, dan Haddad Alwi. Ya ampuuuun, selera jadul ya.

Apakah film Bollywood cukup hanya aktor, sutradara, produser, peracik lagu playback singer saja? Tidak Rahul, tidak! Ada kreator lirik lagu. Profesi terakhir ini ditekuni oleh nama-nama besar yang membuat sebuah lagu terasa pas dan nyaman di telinga maupun enak dilafalkan. Anand Bhaksi, Sameer, Gulzar, Javed Akhtar, Majrooh Sultanpuri, adalah nama-nama kondang dalam industri Bollywood yang pintar mencipta lirik-lirik prosais yang memikat dan enak dihafal. Meminjam istilah Arab, nama-nama pencipta lirik ini menguasai Ilmu Arudh dan Qowafy. Syairnya pas, didendangkan juga tepat. Sungguh, sebuah komposisi musik yang kaya-raya. 

Kalau kita mudah menghafal lirik lagu Khusiyan Aur Gham Sehti Hain (OST Mann, 1999), karya Sameer, Humko Humise Chura Lo (OST Mohabbatein, 2000), yang disusun secara puitik-romantik oleh Anand Bakshi, atau Dil Neh Ye Kaha Hai Dilse (OST Dhadkan, 2000) yang dianggit kembali oleh Sameer--yang pas di lidah susunan akhir liriknya--yakinlah kontribusi penyusun lirik ini sangat vital.

Komposisi di atas diperkaya dengan racikan para komposer yang karyanya enak didengar karena agak ndangdut, menyertakan alat musik tradisional seperti sitar, sarod, tambura, dholak, tabla dan vina, seruling serta instrument tiup bernama shehnai yang persis alat tiup dalam iring-iringan jaranan dan reog. Seringkali, kekayaan komposisi ini ditambahi dengan suara koor (chorus) pria dan wanita. 

Karya-karya mereka mengiringi keemasan soundtrack Bollywood, dan bukan hanya diperdengarkan di India saja, melainkan juga diberbagai kawasan lain. Inilah “penjajahan” paling lembut. Jika ada dominasi militer maupun penjajahan ekonomi, maka negara leluhur Jarjit Singh itu dengan senang hati dan ikhlas akan menjajah menggunakan instrumen musik. 

Tak heran jika Rhoma Irama menganggap apabila musik India adalah bagian dari inspirasi dangdut, sebagaimana diamini oleh Elvis Preistley, eh, Elvy(s) Sukaesih. Karena merasa tjotjok dengan gairah musik India, maka Bang Haji Oma Irama pun menjalin pernikahan, eh bukan ding, tapi menjalin kerjasama dengan penyanyi Lata Mangeshkar. “Wahai Pesona” (1997) adalah lagu yang lahir dari duet Bang Haji dan Lata Mangeshkar. 


***

Udit Narayan bagi saya adalah citarasa nyaris sempurna dalam blantika musik India era 1990-an hingga tiga dasawarsa berikutnya. Lahir di Nepal, dia nekat berangkat ke Mumbai dan beradu keberuntungan di tengah nama-nama playback singer kondang era 1980-an. Ketika namanya mulai terkerek di dasawarsa 90-an, Aditya Narayan, putranya dia libatkan dalam lagu Akele Hum Akele Tum (1995) yang dibintangi Aamir Khan dan Manisha Koirala. Suara bocah yang juga terdengar riang dan enak di telinga. Aditya kini juga mengikuti jejak ayahnya, walaupun tentu masih kalah pamor.

Walaupun kini Udit Ji sudah gaek dan selera komposer Bollywood kini lebih ngepop, hingga menyebabkan cengkok ndangdut seperti dirinya, Kumar Sanu dan Abhijeet Battacharya tergeser playback singer yang lebih muda, namun kebesarannya tetap melegenda. Dia berada di jajaran kakak beradik legenda hidup yang sudah sangat sepuh dan tidak lagi tampil: Lata Mangeshkar dan Asha Bosle.

Perubahan corak bermusik dari yang ndangdut ke pop bisa dimaklumi. Karena Bollywood adalah industri, maka mereka punya hukum tersendiri: populer-jeblok, laris-sepi job, generasi tua-muda. Semua saling berotasi menjadi sebuah siklus yang berulang. Siapa yang tidak menyesuaikan diri dengan dinamika zaman, siap-siap tersingkir. Menepi dengan takzim. 

Maka, generasi berselera jadul seperti saya harus tahu diri jika sulit menemukan suara-suara emas era lawas bersenandung di film-film paling gres. 

Saya menduga, sejak 2010-an, nama-nama komposer besar, baik yang bersolo karier maupun duet, mulai tersingkir. Beberapa duet komposer favorit saya, memutuskan pecah kongsi, seperti Jatin-Lalit dan Nadeem-Shravan. Sisanya, entah kemana. Bahkan, Shravan Rathod Kumar dan Sajid Khan (bagian dari duet Sajid-Wajid) menghembuskan nafas terakhir setahun silam akibat Covid. Benar-benar kehilangan besar.

Lagi pula, para sesepuh playback singer angkatan Udit Narayan dan Alka Yagnik juga sudah mulai jarang nongol. Arijit Singh, Atif Aslam, Mithoon, Vishal Dadlani, Aditi Singh Sharma, Nakash Aziz, Pritam, Monali Thakur, hingga Antara Mitra, mulai mengkudeta posisi mapan mereka dengan suguhan lagu yang minmalis: ngepop, minim instrumen musik tradisional, cengkok yang tidak se-ndangdut para sesepuhnya, tidak ada lagi koor (chorus) yang khas, dan tentu saja komposisi musiknya tidak sekaya generasi 90-an.

Oke, mungkin ini soal selera. Saya lebih berminat pada genre yang lebih klasik, memegang teguh status quo musikalitas Bollywood, dan tidak bisa move on dari gaya bermain para musisi India sebelum pergantian millennium. Tapi, apapun itu, gaes, musik Bollywood saat ini terasa membosankan. Ini pendapat saya, lho. Anda bisa setuju, bisa tidak.


Salaam. Namaste.


😂😂😂😂

Artikel ini telah terbit di facebook, pada halaman pribadi penulis.

Apa pendapatmu tentang Merayakan 66 Tahun Udit Narayan? Yuk, beritahu kami di kolom komentar.

Semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk menambah wawasan pembaca semua. Dapatkan artikel review dan sinopsis film India, atau gosip selebriti terbaru, dan semua hal tentang film India ada disini. Kalian juga bisa menonton film India Terbaru Subtitle Bahasa Indonesia disini.



Next Post Previous Post
2 Comments
  • Unknown
    Unknown 10 Januari 2022 pukul 09.14

    Saya kelahiran 70an menyukai lagu2 di era 70an, 80an dan 90an. Eranya arijit atau jubin nautiyal, satu dua yg suka. Rindu lagu india yg intrumen sitarnya, gendang, seruling, akordeon, harmonika....

  • Totosuharto
    Totosuharto 14 Januari 2022 pukul 08.39

    Masalah selera memang sulit utk dilepaskan tp musik butuh berubahan sesuai tuntutan jaman...begitulah adanya

Add Comment
comment url